Seorang pakar
dalam sebuah seminar, menyebutkan bahwa mata adalah jendela jiwa kepada
dunia. Mata menghantarkan pemiliknya untuk menikmati sekian juta
pemandangan semesta raya. Matalah yang menyantap kuning mentari yang
begitu syahdu mengelupasi membran kepekatan sisa malam. Jutaan
manik-manik bintang sungguh sempurna di layar biru raksasa,
mengenyangkan mata pada malam hari. Dengan mata, seorang suami mampu
memilihkan warna baju baru untuk menggembirakan istri tercinta. Untuk
menerka apakah hari akan hujan, seseorang mengarahkan mata ke atas,
warna langit kelabu atau biru cemerlang.
Memiliki mata sehat
memang menyenangkan. Mata yang berfungsi secara sempurna, melihat dengan
baik dan juga bisa melotot. Seorang teman dekat sempat iri karena saya
tidak berkaca mata, meskipun selalu berada di depan layar komputer. Dia
harus mengganti kaca mata ketika minusnya bertambah, belum lagi anjuran
mamanya agar dia selalu menuntaskan dahaganya dengan juice wortel tak
peduli harus pencet hidung plus ekspresi menyedihkan ketika meminumnya.
Obat suplemen untuk kesehatan mata pun tak lupa dikonsumsinya. Demi
sepasang mata yang sehat.
Tetapi, apakah mata sehat saja sudah cukup?
Dalam sebuah buku tafsir, ternyata sehat saja masih jauh dari cukup.
Selain sehat, mata juga harus afiat. Betapa sering kita mendengar kata
yang satu ini bukan? Ya kata yang kita sertakan setelah sehat ketika
seseorang menanyakan kabar kita.
Dalam kamus bahasa Arab, kata
afiat diartikan sebagai perlindungan Allah untuk hamba-Nya dari segala
macam bencana dan tipu daya. Afiat juga dapat diartikan sebagai
berfungsinya anggota tubuh manusia sesuai dengan tujuan penciptaannya.
Jadi mata yang sehat adalah ketika mata dengan baik dapat melihat
maupun membaca. Sedangkan mata yang afiat adalah mata yang dapat melihat
dan membaca segala sesuatu yang bermanfaat serta mengalihkan pandangan
dari segala sesuatu yang terlarang, karena itulah fungsi yang diharapkan
dari penciptaan mata.
Pernah suatu waktu, saya berada dalam
ruangan mungil bersekat triplek putih, di sebuah warung internet. Sedang
asik-asiknya browsing, tiba-tiba saja suara-suara aneh terdengar persis
dari bilik sebelah, laki-laki dan perempuan. Tadinya saya tidak ambil
pusing, tapi lama kelamaan suara-suara itu jadi tambah menyeramkan,
belum lagi "jedak-jeduk" ke dinding triplek tempat saya bersandar.
Apakah gerangan yang mereka lakukan?
Saya tidak mau
memikirkannya lebih jauh. Tapi saya jadi bersu'udzan bahwa mereka sedang
mengakses situs yang membuat dengkul keropos. Daripada tidak nyaman
terus-terusan, akhirnya saya gedor juga dinding penyekat cukup keras, ah
tawakkal saja kalo mereka terusik dan mendatangi saya. Tetapi setelah
menunggu agak lama, kekhawatiran itu tidak terjadi. Ffuihh ... Legaaa
.... Saya yakin mata mereka sehat, saya melihat keduanya tidak buta dan
tidak berkacamata, namun sayang mata mereka tidak afiat.
Dilain
kesempatan, "Mbak pinjam, speaker komputernya dong" pinta adik manis
penghuni kamar bawah suatu waktu. Speaker sudah digenggamnya, sumringah
dia menuruni tangga. "Mbak nggak curiga buat apa?" tanya seseorang
dibawah. Saya menajamkan pendengaran. Suara pintu kamar ditutup,
terdengar. Kos-an sepi. Tak lama waktu pun berselang.
"Terima
kasih ya mbak," adik itu lagi. Kali ini wajahnya aneh, sedikit shock
sepertinya. "Lho udah dek? kalo boleh tau, buat apa sih?" tanya saya
hati-hati. "Ng... nng... nonton mbak, tapi speakernya nggak jadi
dipake," terbata dia menjawab. "Film bisu dong, emang enak nontonnya?"
Dia tersenyum kecut, dan merebahkan diri di tempat tidur. Nafas beratnya
keluar paksa satu persatu. Saya yang lagi membaca, menoleh. "Mbak, saya
sudah berdosa" lirihnya, matanya dipejamkan kuat-kuat. "Mbak jangan
bilang yang lain yah, please, sumpah yah mbak" tambahnya memelas. Dia
diam lagi. "Barusan kami nonton VCD Itenas, saya nggak tau sebelumnya,
mbak-mbak itu cuma bilang mau nonton, gitu aja, kalo saya tau saya bisa
cari alasan komputernya rusak," paparnya. Sebentar kemudian air matanya
keluar. Saya beristighfar keras-keras.
Kesempatan selanjutnya saya menatap pemilik mata-mata itu. Sehat, tapi sekali lagi sayang tidak afiat.
Khusus untuk anda-anda yang mempunyai banyak kesempatan mengakses
internet, tentunya harus hati-hati agar mata tidak saja selalu sehat
tapi juga afiat. Terlalu banyak halaman-halaman "menyeramkan" yang
dengan gampang bisa dikunjungi. Apalagi situs-situs super laknat
bertebaran dimana-mana. Tinggal mengetikkan sebuah alamat kita dengan
kilat pergi kesana, tak peduli rentang jarak. Bahkan ketika seseorang
tidak faham alamatnya, sebuah fasilitas search engine menjadikan 'misi'
tadi menjadi begitu mudah. Pernah dalam sweeping jaringan komputer
sebuah perusahaan yang terhubung ke fasilitas internet, banyak
bapak-bapak yang keberatan komputernya dibersihkan tetapi akhirnya
menyerah juga dengan tersenyum malu-malu, gambar-gambar porno yang
disimpannya, itulah alasannya.
Membuat mata sehat relatif lebih
mudah dibanding menjadikan mata yang afiat. Padahal ketika mata tidak
afiat dalam arti ketika mata tidak difungsikan sesuai dengan harapan
pencipta-Nya maka bisa-bisa menjadikan pemiliknya hina dan merugi,
sesuai firman Allah tentang sifat para penghuni neraka "Dan sesungguhnya
Kami jadikan isi neraka Jahannam kebanyakan dari Jin dan manusia,
mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakan untuk memahami
(Ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakan
untuk melihat tanda-tanda (kekuasaan Allah) dan mereka mempunyai telinga
tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengar ayat-ayat Allah. Mereka
itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka
itulah orang-orang yang lalai". (Al-A'raf :179).
Saudaraku,
setan bin iblis beserta kaki tangannya, tak pernah lelah berdiri
disamping kita bahkan mengalir di setiap pori-pori. Ketika mata kita
seringkali tak terarah, cepatlah beristighfar, memohon ampunan kepada
Allah. Jangan menganggapnya remeh, karena dari mata lah semuanya bisa
bermula. Anas ra berkata, "Kalian melakukan dosa mata seolah-olah dosa
itu sehalus helai rambut. Sedangkan kami dimasa Rasulullah telah
menganggapnya sebagai dosa besar, sedang dosa besar itu sungguh
membinasakan".
Apakah setiap kita ingin binasa? Ibnu Qayyim
menuliskan, "Dosa membuat berhentinya ilmu. Hati menjadi terhimpit,
kehidupan sulit, badan menjadi lemah dan ketaatan kepada Allah pun
menurun. Bahkan barokahnya tercabut, sebaliknya keburukan bermunculan,
dosa-dosa yang lainpun menjelang lalu menjadi manusia yang tak peduli
pada masyarakat dan lingkungan. Binatang-binatang mengutuknya, kehinaan
menjadi bajunya, hatinya keras dan doanya tertolak. Kedurhakaannya
meliputi bumi dan lautan. Hilang segala rasa, musnah semua kenikmatan.
Jiwanya diliputi ketakutan, syaitan-syaitan mudah menjerat, dan akhirnya
semua miliknya binasa".
Saudaraku, tidak ada kata terlambat
untuk memperbaiki diri, sebaik-baik manusia adalah bukan yang tidak
pernah salah, tetapi ketika dia salah dan menyadarinya, segera dia
bertaubat dengan taubat sebenar-benarnya. Meskipun susah sungguh.
Tak terhitung manusia menjauh dari agama Allah, maksiat terhidangkan
dimana-mana, tayangan televisi, majalah dan tabloid porno, bahkan
internet lebih canggih lagi. Walau begitu, Allah maha Kasih dan Sayang,
Dia tidak akan menghentikan kemilau hidayah kepada umatnya. Jemputlah
hidayah itu, dengan membekali diri oleh pemahaman agama dan ilmu.
Sungguh, rengkuhlah hidayah dengan menghadiri banyak majelis dzikir,
menafkahi keluarga dengan cara yang halal, mencari teman yang berakhlak
baik, menyantuni anak yatim, berbakti kepada orangtua.
Boleh
jadi sekian waktu kita terjerembab di lembah kehinaan, berkubang dosa
dan kemaksiatan. Boleh jadi kitalah si pemilik mata-mata yang tidak
afiat itu. Tetapi, tidak usah berlama-lama untuk segera bertaubat.
Saudaraku, ketika niat untuk memperbaiki sudah bulat, seringkali hati
terasa gamang, gundah... adakah harapan bisa membersihkan diri sementara
dosa terasa membumbung? Kita ingin taubat, tetapi terasa tak mungkin.
Jangan takut saudaraku, Allah berfirman dalam hadist qudsi, "Wahai anak
Adam jika kamu meninta kepada-Ku dan mengharap ampunan, niscaya Aku
ampuni semua dosa-dosamu dan Aku tidak peduli lagi. Wahai anak Adam,
jika dosa-dosamu mencapai ujung langit yang paling tinggi kemudian kamu
meminta ampun kepada Ku, niscaya Aku ampuni dan Aku tidak peduli lagi.
Wahai anak Adam jika kamu datang kepada Ku dengan membawa dosa sepenuh
bumi kemudian menemuiku dengan tidak mensekutukan Aku dengan sesuatu
pun, nicaya Aku akan menemuimu dengan ampunan sepenuh bumi pula". (HR
Tirmidzi).